Slametan: Antara Harmoni dan Ketimpangan Kultural Masyarakat Pedesaan Jawa

Slametan atau kenduren adalah kegiatan ritual yang selalu dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan Jawa. Slametan berasal dari kata slamet yang berarti dalam keadaan sehat, sejahtera, dan harmonis dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kata ini sangat penting artinya dalam sistem pengetahuan masyarakat jawa. Karena itu, kata slamet selalu diucapkan oleh masyarakat Jawa. Nama slamet merupakan nama yang populer di Jawa. Begitu juga ketika orang tua memberikan restu kepada anak maupun cucunya akan mengucapkan “tak sangoni slamet yo lhe” (saya bekali slamet ya nak).

Kebiasaan itu yang memberikan inspirasi munculnya acara slametan. Acara ini merupakan suatu proses penciptaan kembali atau mengembalikan suasana slamet tersebut. Secara garis besar ada dua tipe slametan, yakni: pertama adalah berkaitan dengan hal-hal yang bersifat duka seperti bencana, kematian dan sakit. Kedua, adalah tipe slametan yang dilaksanakan dalam suasana suka seperti kehamilan, kelahiran, perkawinan, keberhasilan mencapai sesuatu, keberhasilan panen di sawah, pembangunan rumah, pembelian ternak, dan bahkan kadangkala sebagai peringatan satu tahun pembangunan rumah.

Dalam kegiatan duka, slametan bertujuan untuk memohonkan ampun kepada Tuhan tentang berbagai cobaan yang dihadapi manusia. Sedangkan dalam suasana suka bertujuan untuk menghaturkan rasa syukur kehadapan Tuhan atas karunia yang telah dilimpahkan-Nya. Karena itu slametan merupakan aktivitas untuk menjaga dan mengembalikan keharmonisan dan menyeimbangkan kembali kehidupan masyarakat Jawa. (Jagar Jawa).

Berbagai analisis telah dikembangkan terhadap acara slametan, tergantung pada bidang ilmu dan perspektif masing-masing peneliti. Salah satu analisis yang menarik menyatakan bahwa slametan melambangkan kesejajaran dan kesamaan(equality) dalam masyarakat Jawa. Hal itu ditunjukkan dengan posisi tempat duduk peserta slametan.

Dalam slametan, setiap orang tanpa membedakan status sosial maupun ekonominya duduk secara bersama-sama di lantai yang beralaskan tikar, mengucapkan do’a secara bersama-sama yang dipimpin oleh pak kaum atau modin. Ketika selesai mengucapkan doa, masing-masing orang kan makan dengan jenis makanan yang sama. Sesudah itu masing-masing orang akan membawa pulang berkat yang berupa nasi dan lauk pauk yang ditempatkan dalam besek yang ukuran dan bentuknya pun sama.

Presented by. Pande Made Kutanegara

Read Full Paper