Nilai-nilai Pancasila belum menjadi habitus bagi masyarakat di Indonesia. Habitus ber- Pancasila ini belum tertanam kokoh dalam pelembagaan di bidang politik, hukum, ekonomi, dan budaya, termasuk lembaga-lembaga pendidikan. Hal ini tercermin dari rapuhnya harmoni sosial saat muncul tantangan-tantangan baru terhadap kerukunan sosial kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, seiring dengan maraknya populisme, seperti yang terjadi saat ini.
Implementasi nilai-nilai pancasila di kalangan generasi muda menjadi sebuah tantangan yang tak kunjung usai pada setiap era. Sikap apatis generasi muda yang tak ingin tahu tentang Pancasila semakin meredupkan harapan implementasi nilai-nilai Pancasila. Maka sangat diperlukan sebuah langkah nyata dalam rangka menyadarkan generasi muda bahwa Pancasila merupakan sebuah elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Strategi pembudayaan melalui pelembagaan pendidikan Pancasila dalam kurikulum di perguruan tinggi, sejauh ini belum dilakukan oleh universitas-universitas berafiliasi Islam, termasuk Muhammadiyah. Seperti hampir semua perguruan tinggi lainnya di Indonesia, universitas Muhammadiyah masih menggunakan materi ajar Pancasila yang cenderung normatif dan hanya menyasar tingkat kognitif, dengan metode ajar konvensional yang monoton satu-arah sehingga membosankan seperti ceramah dan diskusi tanya-jawab secara terbatas di kelas.
Berdasarkan tantangan dan problematika di atas Pusat Studi Budaya & Perubahan Sosial (PSBPS) dan Lembaga Pengembangan Ilmu-ilmu Dasar & Bahasa (LPIDB) mengadakan Pelatihan #PancasilaLahirBatin untuk generasi muda. Pelatihan mahasiswa tingkat awal ini adalah muara dari sekian proses yang dilakukan dalam program ini. Pelatihan dilakukan secara daring melalui beberapa skema: webinar dan bimbingan citizen project/social project menggunakan WhatsApp Group.
Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini antara lain (1) memperdalam pemahaman peserta tentang bagaimana membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi generasi muda; (2) menguatkan pemahaman nilai-nilai Pancasila di kalangan aktivis penggerak komunitas atau organisasi mahasiswa; (3) menemukan metode kampanye nilai-nilai pancasila dengan tingkat keberterimaan yang tinggi di tengah generasi muda; (4) membentuk peserta sebagai prime mover untuk menghadirkan peace campaigner yang mampu memberikan pengaruh positif dalam pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Kepesertaan
Rangkaian webinar dan pelatihan ini dihadiri oleh lebih dari 260 peserta dengan latar belakang beragam. Namun jumlah peserta yang dapat dihimpun oleh panitia dari pengisian presensi sebanyak 214 peserta. Didasarkan atas registrasi yang dihimpun oleh Tim PSBPS, peserta memiliki latar belakang sebagai berikut:
- Usia 19-30 tahun
- Latar belakang agama: Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghuchu, dan Baha’i
- Latar belakang geografis a.l. Solo Raya, Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Ternate, Sumatera Barat, Batam, dll
- Latar belakang Pendidikan beragam: Perguruan Tinggi Muhammadiyah, Perguruan Tinggi Negeri, dan Perguruan Tinggi Negeri/Swasta baik yang terafiliasi agama tertentu (IAIN, IAKN, dan STIAB) maupun tidak.
Pelaksanaan Kegiatan
Webinar dilaksanakan dalam 2 tahap. Pembagian ke dalam 2 tahap ini dimaksudkan untuk efektifitas webinar. Pada tanggal 25 Agustus, Webinar diselenggarakan dengan menghadirkan beberapa narasumber seperti Hasan Al Banna (Wakil Dewan Pembina Pondok Pesantren Manba’ul Ulum Cirebon serta alumni FAI UMS), Sakdiyah Ma’ruf (Komika, dan aktivis perdamaian), serta Umelto Labetubun (Senior Technical Advisor MSI International).
Hasan Al Banna menjadi narasumber pertama yang juga pernah mewakili Indonesia dalam forum Peace Messenger di Eropa berbagi kisah tentang wajah Islam di dunia luar. Ia juga menekankan pentingnya generasi muda menjadi corong dalam mengkampanyekan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin di dunia, selain juga nilai-nilai Pancasila yang sudah final.
Forum ditutup dengan sesi tanya jawab. Beberapa pertanyaan yang muncul antara lain didasarkan atas keluhan peserta yang merasa dirinya menjadi minoritas di Indonesia. Sebagian merasa memperoleh stigma dan diskriminasi. Pertanyaan lainnya adalah seputar bagaimana mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan generasi muda. Beberpa pertanyaan yang dapat di-highlight adalah sebagai berikut:
- Bagaimana cara memposisikan pancasila dan agama secara benar? karena saat ini tidak sedikit terjadi kontroversi mengenai agama dan pancasila.
- Bagaimana tips terhadap kita semua terutama generasi muda untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila di kehidupan sehari-hari? Terutama ketika kita menghadapi orang-orang yang rasis.
- Bagaimana sebagai generasi milenial mengambil tindakan dalam permasalahan yang terjadi sekarang terkait nilai pancasila persatuan dan kesatuan. Dimana saat terjadi penolakan atau aksi protes terhadap hal yang dianggap tidak membela rakyat malah dianggap sebagai sekelompok masyarakat yang tidak nasionalis, sekelompok masyarakat yang tidak bela negara?
- Apa sebenarnya makna Pancasila bagi kemerdekaan RI pada era kekinian? Apakah cuma sebagai dasar negara belaka, ataukah ada hal filosofis yang seharusnya bisa diresapi untuk kehidupan bagi rakyat Indonesia?
- Bagaimana cara meningkatkan sikap toleransi dan sikap gotong royong di tengah pandemi yang sedang melanda bangsa Indonesia?
Selanjutnya, Sakdiyah Ma’ruf yang juga merupakan penerima pengharaan Valclav Havel Prize for Creative Dissent serta BBC 100 Women award menekankan pentingnya berpikir kritis untuk perubahan sebagai upaya menilai konstruksi sosial yang menyebabkan ketidaksetaraan. Hal ini dapat digali dengan mengenali dan mempertanyakan asumsi, menyadari tempat dan waktu dalam budaya, mencari cara berpikir alternatif, serta mengembangkan cara berpikir reflektif.
Tidak kalah banyak pertanyaan dibanding pemateri pertama, Sakdiyah Ma’ruf juga mendapat banyak pertanyaan dari peserta webinar, diantaranya:
- Bagaimana menanggapi seseorang jika seseorang itu menganggap bahwa yang cantik/tampan pendaptnya lebih didengar?
- Banyak anak muda yang belum memulai rasa cinta kepada Pancasila, karena banyak pemuda yang blm mengerti identitas mereka sebagai warga negara yang baik (mengikuti arus saja) lama kelamaan sifat ini akan membentuk sikap apatis, bagaiamana tindakan kita untuk mencegahnya?
Narasumber terakhir, Umelto Labetubun atau akrab disapa Alto berbagi pengalamannya saat berada di daerah konflik sepeti Afganistan, Iraq, Yemen, dan Sudan Selatan. Ia menegaskan bahwa tidak ada konflik yang hitam-putih, tidak ada perang agama dalam konflik di Timur Tengah, dan selalu ada orang yang ingin agar konflik selesai.
Beberapa pertanyaan yang dilontarlkan oleh peserta webinar kepada Alto diantaranya:
- Bagaimana kontra-narasi yang bisa diciptakan untuk melawan narasi heroisme dalam peperangan, agar anak muda kita tidak terseret ke dalam perang?
- Bagaimana pandangan terhadap konflik di Timur Tengah dan di Indonesia? Mengapa berbeda?
Webinar dan Citizen Project
Di hari berikutnya, digelar webinar bertema “Membumikan Nilai-Nilai Pancasila di Media Sosial”. Pada pelaksanaannya, Diastika Rahwidiati, Senior Strategic Communications Advisor at Love Frankie hadir sebagai narasumber. Ia menyampaikan strategi komunikasi yang efektif baik yang dicapai melalui media sosial maupun secara luring. Dias mengawali presentasinya dengan mengajak peserta untuk memantau media sosial serta melihat apa yang sedang menjadi perbinjangan kala peserta mencari keyword “Pancasila”.
Dirinya juga menegaskan tentang bagaimana keadaan yang diharapkan, serta apa perubahan yang ingin dicapai saat membumikan nilai-nilai Pancasila di Media Sosial. Apabila dipersiapkan dengan baik, maka media sosial dapat digunakan menjadi senjata yang sangat baik untuk mengkampanyekan nilai-nilai Pancasila. Unsur yang perlu ada dalam membuat konten kampanye di media sossial setidaknya mengandung cakupan SMART (Specific, Measurable, Achivable, Realistic, and Time-bond).
Peserta banyak mengajukan pertanyaan tentang bagaimana social project dikampanyekan secara efektif dan menarik, penetuan sasaran audiens, media kreatif yang digunakan, serta mengukur efektifitas kampanye itu sendiri.
Setelah materi ini, peserta yang berjumlah 209 akan mengikuti bimbingan social project oleh para expert pada bidang-bidang media yang telah dipilih secara daring. Berikut jadwal bimingan social project:
- Tulisan, narasumber materi ini ialah Syifaul Arifin (Journalist di Daily Solopos, PP IRM 2000-2002) diselenggarakan pada pukul 13.00-14.30 WIB.
- Foto, narasumber materi ini ialah Makna Muhammad Akhira Zaezar (Photographer Antara, Alumni F.I.Kom. UMS), diselenggarakan pada pukul 16.00-17.30 WIB.
- Video, narasumber materi ini ialah Ian Fattah (Videographer di Tempat Bercakap Jawa, Alumnus F.Psi. UMS), diselenggarakan pada pukul 16.00-17.30 WIB.
- Poster, narasumber materi ini ialah Ira Rachmawati (Kontributor Online Kompas.com), diselenggarakan pada pukul 20.00-21.30 WIB.