Proses revitalisasi dan kontekstualisasi Pendidikan Pancasila dipandang penting untuk dilakukan mengingat posisi Pancasila sebagai ideologi bangsa yang pada implementasinya ditengarai mengalami kelunturan, setidaknya pada kurun waktu 2 dekade terakhir. Alih-alih memandang kebhinekaan dan liyan sebagai kekayaan, masyarakat justru menganggap keanekaragaman dan perbedaan etnis, suku dan agama sebagai beban. Konsekuensinya, kelompok-kelompok ekstrim-intoleran mudah mengintrusi ke tengah masyarakat dan ke dalam dunia pendidikan melalui doktrin ideologi alternatif yang diyakini mereka mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa dan negara. Fenomena yang mengkuatirkan ini juga menyeret kaum muda anak-anak bangsa, yang biasa disebut sebagai generasi milenial, termasuk mahasiswa.
Pada ranah akademis, Pancasila dipandang hanya menjadi teori di sekolah, kampus, atau lembaga pendidikan lainnya. Pancasila hanya dikenalkan sebagai konsep yang tidak diinternalisasi secara psikologis oleh peserta didik. Pada sisi yang lain, materi dan metode pengajaran Pancasila dan Kewarganegaraan sepertinya kurang memperhatikan kebutuhan peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari materi dan metode pembelajaran yang hanya berfokus pada ranah kognitif dan kurang menyentuh aspek yang lain terutama afektif yang sangat berpengaruh pada perspektif, sikap, dan perilaku seseorang dalam kehidupannya. Selain itu metode penyampaian materi terkesan monoton dan membosankan menjadi faktor penghambat yang membuat pencapaian tujuan pembelajaran lebih sulit terwujud (PSBPS, 2020).
Pendidikan Pancasila mempunyai peran yang signifikan dalam rangka membangun karakter bangsa. Problematika utama dalam mencapai tujuan tersebut adalah belum adanya proses standarisasi kualitas pengajar yang menyentuh semua aspek pengajaran, tidak hanya kognitif semata. Padahal, pengajar merupakan faktor yang paling penting dalam proses belajar mengajar. Sebaik apapun bahan ajar yang digunakan tidak akan berdampak signifikan pada karakter peserta didik jika tidak dibarengi dengan ketersediaan pengampu/pengajar yang mempunyai kompetensi secara holistik. Menurut UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa seorang pengajar setidaknya harus memiliki empat kompetensi utama, yakni:
- Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan guru yang mampu mengelola proses belajar dan mengajar untuk mencairkan suasana di kelas.
- Kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru dalam menguasai materi yang diajarkan kepada peserta didik.
- Kompetensi sosial, yaitu kemampuan pendidik dalam berinteraksi dengan masyarakat, peserta didik atau komponen masyarakat yang lain.
- Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru untuk menjadi pribadi yang religius, tanggung jawab, memiliki komitmen, berintegritas, jujur dan lain sebagainya.
Jika seorang pengajar memiliki empat kompetensi tersebut, maka proses pembelajaran dapat dipastikan tidak hanya sekedar transfer of knowledge namun juga transfer of value. Namun faktanya, hasil identifikasi dari penelitian-penelitian terdahulu terungkap beberapa kelemahan terkait dengan pengampu MK Pancasila dan Kewarganegaraan, yakni:
- Dosen tidak bertindak sebagai fasilitator, tetapi lebih banyak bertindak dan berpotensi sebagai satu-satunya sumber belajar.
- Dosen cenderung bertindak sebagai pemberi bahan pembelajaran dan belum bertindak sebagai pembelajar. Dosen belum dapat melakukan pengelolaan kelas secara optimal, tetapi lebih banyak bertindak sebagai penyaji informasi dari buku.
- Dosen belum berkiprah secara langsung dan terencana untuk membentuk kemampuan berpikir dan sistem nilai mahasiswa.
- Tidak semua dosen pengampu memiliki latar belakang keilmuan dalam bidang Pancasila dan Kewarganegaraan.
Pelatihan untuk pelatih (Training of Trainers) ini dilakukan untuk menyiapkan pelatih pada program Pelatihan Bersertifikat yang akan diadakan pada akhir Februari 2023 yang akan datang. Program Pelatihan Bersertifikat dirancang untuk menyelesaikan persoalan di atas yaitu dengan meningkatkan kompetensi profesional dosen pengampu Mata Kuliah Pendidikan Pancasila terutama dalam peningkatan keterampilan pedagogis. Pelatihan Bersertifikat ini juga dilakukan atas beberapa dasar hukum sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 standar nasional pendidikan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
- Permendikbud nomor 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
- Kepdirjendikti nomor 84/E/KPT/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Mata Kuliah Wajib pada Kurikulum Pendidikan Tinggi.
Luaran fasilitator setelah mebgikuti ToT ini memiliki kompetensi dalam: Strategic Communications, Manajemen Kelas, Menggunakan secara efektif Modul Pendidikan Pancasila: “Pancasila sebagai Laku”, Penilaian Kinerja Peserta, dan Penguasaan instrumen dan aplikasi pelatihan (http://sp3ums.com). Peserta pada kegiatan ini berjumlah 29 orang dari beberapa mitra universitas dan Lembaga. Dilaksanakan pada Sabtu-Minggu, 07 s/d 08 Januari 2023 di Solia Hotel Yosodipuro Surakarta Jl. Yosodipuro No.31-33, Timuran, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57131.