Surakarta – Pancasila sebagai dasar negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa setidaknya dalam dua dekade ini mengalami penurunan makna. Hal ini dikarenakan kurangnya keseriusan dalam mengimplementasikan Pancasila. Akibatnya, masyarakat cenderung melihat keberagaman dan perbedaan etnis, suku, serta agama bukan sebagai kekayaan, melainkan sebagai beban, atau bahkan ancaman.
Melihat permasalahan tersebut, Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (PSBPS UMS) bekerja sama dengan Lembaga Bahasa dan Ilmu Pengetahuan Umum (LBIPU) menginisiasi program Revitalisasi, Institusionalisasi, dan Standardisasi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Indonesia (RISP3TI). Program ini juga didukung oleh Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan PP Muhammadiyah dan konsorsium Harmoni.
Salah satu aktivitas dalam program ini adalah Pelatihan Nasional Pancasila sebagai Laku. Tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan kompetensi profesional dan pedagogi dosen pengampu mata kuliah Pancasila, terutama dalam aspek wawasan toleransi, keberagaman, dan pembelajaran aktif. Pelatihan ini diselenggarakan untuk memastikan pembelajaran Pancasila sesuai dengan standar proses, dengan capaian pembelajaran mata kuliah yang tidak sekadar di ranah kognitif.
Universitas Muhammadiyah Surakarta menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan pelatihan untuk wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelatihan di Universitas Muhammadiyah Surakarta ini merupakan pelatihan kelima dari tujuh wilayah yang direncanakan. Keempat wilayah yang telah menyelenggarakan pelatihan sebelumnya secara berturut-turut adalah wilayah Jakarta dan Jawa Barat Jakarta (di Universitas Muhammadiyah Jakarta), Wilayah Kalimantan (di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur), wilayah Sumatra (di Universitas Jambi), dan wilayah Jawa Timur dan Indonesia Timur (di Universitas Muhammadiyah Surabaya).
Pelatihan di Universitas Muhammadiyah Surakarta berlangsung pada 11-13 Juni 2024 di Ruang Seminar Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Acara ini dihadiri oleh kurang lebih 50 peserta dari berbagai Universitas di Indonesia, baik negeri maupun swasta antara lain Universitas Negeri Semarang, Universitas Ivet Semarang, Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, UIN Raden Mas Said Surakarta, UIN Salatiga, UNIMMA, dan Universitas Borneo Tarakan.
Yayah Khisbiyah selaku Direktur Eksekutif PSBPS UMS mengatakan bahwa acara ini adalah bentuk komitmen Muhammadiyah dalam mendukung Pancasila sebagai Darul ’Ahdi Wa Syahadah. Tujuan pelatihan tersebut, menurut Yayah Khisbiyah, untuk menjadikan Pancasila bukan sekedar teori tetapi diejawantahkan dalam perilaku.
Dalam sambutan pembukaannya, Yayah Khisbiyah juga menyatakan, “program ini juga merupakan respon dari kemunduran demokrasi, bukan hanya yang terjadi di masyarakat akan tetapi juga di lingkup penyelenggara negara. Di sanalah PSBPS melihat peluang bagaimana cara menyemai nilai-nilai Pancasila dalam lokus perguruan tinggi yang punya massa yang cukup banyak.”
Mewakili Rektor UMS, Prof. Dr. Harun Joko Prayitno selaku Wakil Rektor I UMS, menyampaikan bahwa mata kuliah Pancasila yang dahulu pernah menjadi momok dalam ujian negara, harus diubah dari semula sebagai hafalan menjadi amalan. Nilai Pancasila perlu secara terus menerus dibumikan dalam bentuk perilaku di berbagai kalangan, khususnya generasi muda. UMS dalam hal ini telah memberikan konsep baru, yakni Pancasila sebagai Laku. “Pancasila bukan hanya Hafalan tetapi harus menjadi amalan, menjadi laku,” ujarnya.
Harun Joko menambahkan bahwa ide atau gagasan program Pancasila sebagai Laku merupakan sebuah invensi baru. Bila berkaca pada empat pilar UNESCO, selama ini Pancasila masih pada tataran “ learning to know” saja, tapi dalam program ini Pancasila sudah berhasil mencapai pada tataran “learning to do”. Ke depannya, Harun Joko berharap program ini dapat diterjemahkan dalam sebuah program dengan menaikkan level menjadi “learning to be” hingga “learning to live together”.
Pelatihan Pancasila sebagai Laku dibuka secara resmi oleh Andi Bayu Bawono, selaku perwakilan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah. Menurut Andi, program ini berasal dari berbagai keresahan, salah satunya degradasi moral yang terjadi di lingkup masyarakat.
Pada sesi orientasi program, Mohammad Thoyibi, selaku Direktur Riset dan Publikasi PSBPS, menyatakan bahwa pemerintah Orde Baru berusaha memastikan bahwa sosialisasi Pancasila mencapai ke seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya kepada aparat sipil dan militer, tetapi juga kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum, termasuk para ibu rumah tangga melalui paket-paket penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Thoyibi juga mengungkapkan hasil penelitian PSBPS bahwa materi pembelajaran Pendidikan Pancasila tidak kontekstual, metode pembelajaran dosen monoton, dan capaian pembelajarannya belum menyentuh ranah afektif. Melalui pelatihan tersebut, pengampu Pancasila diharapkan bisa menerapkan pendekatan andagogi dan menggunakan metode pembelajaran yang lebih interaktif, kritis, dan reflektif.
“Dengan materi yang kontekstual,” tambah Thoyibi, “peserta didik diharapkan dapat lebih menghayati realitas kemajemukan bangsa Indonesia, dan peserta didik memiliki pandangan yang kritis, serta dapat mengasah keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi.”
Abdillah, salah satu peserta dari Universitas Negeri Semarang, mengungkapkan bahwa dirinya senang dengan pelatihan tersebut. Sebagai dosen, dia merasa bahwa dirinya masih kurang pengalaman dalam mengampu Pancasila. Dia mendapatkan amanah untuk mengajar Pancasila dalam dua tahun terakhir, padahal dia tidak berlatar belakang pendidikan Pancasila. “Saya merasa butuh ilmu lagi, dan saaya berharap kegiatan seperti ini terus berlanjut,” tambahnya.
Ditemui terpisah, Pinem, peserta dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, menegaskan, “nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang luhur seharusnya menjadi pijakan kita. Tetapi sebaliknya, Pancasila secara tidak kita sadari, semakin jauh dari perilaku kita. Mirisnya lagi, Pancasila semakin teranak tirikan dalam berbangsa dan bernegara”.
Lebih lanjut, Pinem menyatakan bahwa saat ini kehidupan semakin pragmatis, kapitalis dan liberalis sehingga menjauhkan kita dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, 30 tahun perjalanan reformasi yang semakin keluar dari jangkar peradaban dan keadaban. Sudah selayaknya, Pancasila bisa menjadi tenda dalam berbangsa dan bernegara dalam menangkis semua ideologi yang datang dari luar dan menjauhkan kita dari akar-akar kemanusiaan yang majemuk dan multikultural.
Pinem berharap bahwa selain pembelajaran Pancasila yang menarik dengan sistem pembelajaran aktif, Pancasila juga dapat dijadikan sebagai penggerak masyarakat untuk menjadikan nilai-nilainya bukan sekedar kata-kata, tetapi juga laku. Dengan demikian, kesatuan antara kata dan laku betul-betul menjadi harapan kita semua, menjadi aksi nyata di tengah kehidupan kita semua. Pelatihan ini juga diharapkan bisa menjadi resonansi ke seluruh kampus dan sekolah-sekolah yang ada di Indonesia.