Hari Senin (27/10/2008) PSB-PS UMS menyelenggarakan Roundtable Discussion bersama perwakilan kedutaan besar New Zealand. Bertindak sebagai pembicara pertama adalah Dr. David Strachan, Deputy Head of Mission, Kedutaan Besar New Zealand, yang mengkaji tentang Alliance of Civilizations.
Sedangkan pembicara kedua, Prof. Dr. Simon Rae, dosen dan peneliti dari Departement of Theology and Religious Studies, Otago University, New Zealand, yang mengetengahkan topik Beyond Toleration: Managing Religion in Civil Society.
Dalam pemaparannya, Dr. David Strachan mengatakan bahwa tesis Samuel P. Hungtington tentang benturan antar peradaban (clash of civilization) layak untuk dikritik, karena melihat perbedaan sebagai suatu ancaman. Padahal perbedaan dapat menjadi potensi untuk saling melengkapi antar kebudayaan, lebih-lebih ketika warga dunia dihadapkan pada permasalahan bersama, seperti global warming, poverty (kemiskinan, dan ketidakadilan sosial.
Ketegangan-ketegangan antar peradaban muncul akibat ketidakakraban dan salah pengertian, baik budaya, sosial, dan kepercayaan. Oleh karenanya mantan Sekjen PBB, Kofi Annan berupaya melakukan usaha-usaha mengatasi perpecahan tersebut melalui The Alliance of Civilisations (AoC).
AoC telah menyelenggarakan berbagai simposium di berbagai negara yang melibatkan tokoh-tokoh agama, intelektual, peneliti, dan aktivis perdamaian lintas negara dalam rangka mengkaji dan mempromosikan program-program pembangunan antar peradaban.
Sedangkan pembicara kedua, Prof. Dr. Simon Rae, memaparkan tentang perbandingan kebijakan pengelolaan agama dalam masyarakat sipil Selandia Baru dan Indonesia. Ia mengatakan bahwa di Selandia baru era ideologi sekuler telah terlewati dan muncul trend baru dimana institusi agama tidak lagi berorientasi ke dalam, tapi lebih membumi dan menjadi modal sosial dalam membangun kebudayaan yang lebih menyapa. Di Indonesia, strategi politik ”pecah-pecah dan kuasai” yang diberlakukan pada masa kolonial dan juga digunakan secara efektif oleh beberapa administrasi belakangan, sudah menjadi masa lalu. Indonesia telah menemukan kembali demokrasi partisipasi yang asli. Pada situasi ini agama harus tetap fokus dan terlibat secara positif dalam membangun komunikasi antar komponen bangsa yang berbeda-beda.