Purifikasi dan Reproduksi Budaya di Pantai Utara Jawa: Muhammadiyah dan Seni Lokal

Judul:  Purifikasi dan Reproduksi Budaya di Pantai Utara Jawa:  Muhammadiyah dan Seni Lokal
Penulis: Asykuri ibn Chamim, Syamsul Hidayat, M. Sayuti, Fajar Riza Ul-Haq.
Tebal: xxx + 170 hal.
Cetakan: I (Juni 2003)
Penerbit: PSB-PS UMS

Formalisasi syariah dalam gerakan Muhammadiyah berpengaruh signifikan bagi persentuhan Muhammadiyah dengan kesenian, terutama kesenian lokal, terutama kesenian lokal. Hampir setiap tradisi lokal –santri maupun kejawen– melahirkan ekspresi kesenian. Berbagai tradisi itu diidentifikasi oleh Muhammadiyah mengandung muatan yang berakar dari tradisi pra-Islam, sehingga dianggap syirik, tahayyul, bid’ah, dan khurafat. Ekspresi kesenian apapun yang berkaitan dengan tradisi lokal meskipun dikemas dengan identitas santri, tetap dianggap bertentangan dengan syariah Islam.

Biaya kultural yang harus dibayar akibat formalisasi syariah ialah tertutupnya ventilasi estetika dan kesenian di lingkungan Muhammadiyah. Muhammadiyah terkesan kering dan formalis, kurang apresiatif terhadap kekayaan khazanah lokal di mana ia tumbuh dan berkembang.

Formalisasi syariah lahir akibat dominasi ahli syariah. Di tengah dominasi formalisasi syariah, masih terbuka celah bagi apresiasi terhadap kesenian lokal, bahkan mereproduksinya sesuai dengan tujuan, fungsi, dan kepentingan tertentu. Di sinilah, pentingnya Muhammadiyah mengupayakan revitalisasi pemikiran keagamaan dalam rangka reproduksi kesenian lokal.