Pelatihan Dosen Pendidikan Pancasila

Nilai-nilai dan praksis Pancasila belum menjadi habitus pada masyarakat Indonesia. Habitus ber-Pancasila ini belum tertanam kokoh dalam pelembagaan di bidang politik, hukum, ekonomi, dan budaya, termasuk di lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi keagamaan. Hal ini tercermin dari rapuhnya harmoni sosial saat muncul tantangan-tantangan baru terhadap kerukunan sosial kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, seiring dengan maraknya populisme, seperti yang terjadi saat ini. Instrumentalisasi sentimen agama dan semangat ultra-nasionalisme untuk tujuan kepentingan oligarki ekonomi dan politik kekuasaan (Fealy, 2019; Hadiz & Robison, 2013), telah mencederai anyaman tatanan sosial dan menurunkan keadaban publik. Menyertai perhelatan demokrasi elektoral, politik identitas digunakan secara vulgar untuk memfabrikasi stereotip negatif, prasangka, dan berita palsu yang saling mendemonisasi antar satu kelompok dengan lainnya. Pada gilirannya, di antara aktor-aktor negara maupun masyarakat sipil terjadi proses mutual radicalization (Moghaddam, 2018).

Meruyaknya kekerasan kultural (Galtung, 1969) dan kekerasan epistemik (Spivak, 1988) ini menyuburkan invention of otherness dan differing the others, sehingga memperparah intoleransi dan mempertajam segregasi, eksklusi, polarisasi serta fragmentasi sosial berbasis SARA. Atmosfir ini memengaruhi peningkatan ekstremisme dengan kekerasan (violent extremism) yang menjustifikasi spiral kekerasan yang sulit diurai.

Selain itu, krisis karakter dan keadaban kewargaan (civic virtues) berupa semakin tipisnya toleransi, simpati dan empati tak hanya dialami kalangan dewasa melalui korupsi dan perusakan lingkungan, tapi juga terjadi pada kaum milenial. Pelancong muda yang asyik berswafoto dengan latar wilayah terdampak Tsunami di pantai Anyer, misalnya, disebut oleh surat kabar The Guardian (26 Desember 2018) sebagai ungkapan egotisme rakus pujian yang mengabaikan kesengsaraan korban sesama warga bangsa. Masalah-masalah tersebut tentunya mengancam persatuan negara Indonesia, dan secara kualitatif menurunkan modal sosial bangsa Indonesia.

Program Revitalisasi dan Institusionalisasi Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi diinisiasi oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Ilmu Dasar dan Bahasa, Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam rangka turut serta menciptakan habitus ber-Pancasila di kalangan generasi muda. Rangkaian kegiatan ini meliputi analisa kebutuhan, penyusunan modul Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, dan Pelatihan bagi Dosen Pendidikan Pancasila dan Mahasiswa. Salah satu rangkaian kegiatan ini adalah capacity building dalam bentuk pelatihan metode pembelajaran berbasis daring pada tanggal 4-5 Agustus 2020.

Pelatihan ini merupakan tahap kedua dari pelatihan yang sebelumnya dilakukan sebagai pendalaman materi yang telah diberikan. Kegiatan capacity building ini berupa pelatihan dosen dengan untuk:

  1. Memperdalam pemahaman peserta tentang bagaimana membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
  2. Memperdalam pengetahuan peserta mengenai peran Muhammadiyah dalam mengarustengahkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat
  3. Meningkatkan kapasitas bagi para pengajar Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi tentang metode pembelajaran berbasis daring.

Webinar, 04 Agustus 2020

Pada tanggal 04 Agustus 2020 peserta pelatihan mengikuti webinar disampaikan oleh Prof. Dr. Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah) dan Dr. Ahmad Muhibbin (Ketua Asosiasi Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan). Acara dibuka oleh sambutan Dra. Yayah Khisbiyah, MA kemudian dilanjutkan oleh Wakil Rektor IV Dr. Muhammad Musiyam. MT. Pada webinar ini, Haedar Nashir menegaskan dalam pengalaman nilai pancasila, bangsa Indonesia tidak sesensitif yang diharapkan. Yang ada adalah pendogmaan dan pengkeramatan pancasila. Yang pada level atributif sudah baik, tetapi pada level aktualisasi perlu diuji dan dipertanyakan. Sedang Dr. Ahmad Muhibbin memaparkan bagaimana kontribusi Muhammadiyah dalam pemalan Pancasila di Bidang Pendidikan. Acara berakhir pada pukul 12.00 WIB.

Pada sesi kedua, dimulai dari pukul 13.00 – 15.00 diisi oleh dan Dr. Yudi Latif (Pakar Aliansi Kebangsaan). Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila merupana perekat kemajemukan serta penyelesai perselisihan yang terjadi di Indonesia.

Pelatihan Luring, 05 Agustus 2020

Pada hari berikutnya, peserta mengikuti pelatihan yang dikemas dalam bentuk capacity building untuk menyiapkan materi ajar berbasis daring oleh Dr. Triana Rejeki Ningsih, SH., KN., M.Pd. Pelatihan dilaksanakan pada pukul 08.30 – 14.15 WIB di di ruang pertemuan LPIDB UMS lantai 4 Gedung I Fakultas Hukum Kampus 1 UMS. Pada saat sesi pembuka pelatihan, acara dibuka oleh Yanuar Ihtiyarso, M.I.Kom sebagai Projek Manajer Program RIPP-PT PSBPS UMS. Peserta pelatihan dterdiri dari Dosen Pendidikan Pancasila di Universitas Muhamamdiyah Surakarta dan beberapa Universitas Swasta di Surakarta, diantaranya Universitas Slamet Riyadi, Universitas Veteran Sukoharjo, dan Universitas Islam Batik Surakarta. Jumlah keseluruan peserta 29 Dosen. Materi yang diberikan dalam kegiatan capacity building ini berupa:

  1. Penyusunan infografis untuk menunjang sarana pembelajaran
  2. Pembuatan evaluasi pembelajaran dalam bentuk kuis online
  3. Pembuatan Kahoot dalam pembelajaran online