Webinar Seri #PancasilaLahirBatin

Webinar yang dilakukan oleh Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (PSBP – UMS) ini mengusung tema Pancasila Lahir Batin. Harapannya diadakannya webinar ini ialah agar peserta webinar mendapatkan pengayaan dan tambahan value tentang nilai Pancasila, serta mendorong untuk dapat secara paripurna mengimplimentasikan nilai Pancasila yang selama ini mulai memudar. Webinar dilaksanakan pada 11 Agustus 2020 melalui aplikasi Zoom. Webinar dibagi menjadi 3 sesi dengan tema yang berbeda-beda. Berikut ini adalah jadwal webinar:

Sisi Pertama (08.00 – 10.00 WIB)

Pada sesi ini diisi oleh Kristin Yuniastuti merupakan Pembimbing Kemasyarakatan (PK) di Bapas Surakarta mengatakan bahwa dalam reintegrasi ini banyak sekali tantangan yang dihadapi. Misalnya stigma yang tidak mendukung keberadaan napi di masyarakat. Maka petugas harus pandai menyikapi dengan cara sinergi terhadap pihak terkait. Ia menyebut petugas juga harus menumbuhkan rasa percaya diri baik terhadap napiter maupun terhadap keluarga. Pendekatannya pun harus berbeda-beda untuk setiap napi.

Kristin mendorong pun juga mantan napiter di Surakarta untuk melakukan sesuatu. Menurutnya, negara sudah memberikan banyak hal kepada mantan napi, dan sekarang saatnya mantan napiter memberikan sesuatu kepada negara dan masyarakat. Pada November 2019, Jack Harun, seorang mantan napiter bersama Yayasan Gema Salam mengadakan pembagian masker secara gratis. Mereka berhasil mengumpulkan kurang lebih enam ribu masker yang dananya berasal dari jejaring mereka sendiri, bukan dari pemerintah. Selain masker, mereka juga membagikan nasi bungkus gratis, bingkisan lebaran kepada masyarakat kurang mampu dan marbot masjid. Kegiatan ini diapresiasi dengan sangat baik oleh Walikota Surakarta dan Gubernur Jawa Tengah.

Pembicara kedua, Ali Fauzi merupakan ketua Yayasan Lingkar Perdamaian, sekaligus empat bersaudara bomber jama’ah (Ali Fauzi Manzi, Ali Gufron, Amrozi, Ali Imron). Dahulu, pandangan Ali terhadapap Pancasila adalah:

  1. NKRI adalah negara kafir dan musrik yang dimurkai Allah S Haram tunduk dan patuh kepada negara
  2. Dasar negara adalah idiologi sesat yakni nasionalis dan pancasila dan mengamalkan kemusrikan dalam bentuk demokrasi
  3. Pancasila sebagai dasar negara sesat menyesatkan
  4. Hukum positif yang dipakai adalah KUHP, hukum jahiliyah
  5. Hukum allah dalam negara NKRI ditolak bahkan diganti dengan hukum buatan manusia
  6. Penguasa, Polisi, TNI adalah thogut
  7. Wajib memerangi para pendukung Pancasila/NKRI.

Ali meninggalkan aktifitasnya sebagai teroris setelah adanya dorongan dari kakaknya untuk menjadi Ali “yang baru” pasca penangkapan, serta masyarakat sekitar dapat mampu menerima keberadaannya. Setelah ia meninggalkan aktifitasnya sebagai soerang teroris, saat ini ia berpandangan akan Pancasila sebagai:

  1. Memahami dan mengakui pancasila sebagai dasar negara yang melahirkan hukum-hukum positif yang mengikat
  2. Sebagai dasar negara pancasila melahirkan pedoman etika dan perilaku
  3. Memahami Pancasila sebagai dasar negara yang berfunsi sebagai pemersatu, pedoman pergaulan dan tujuan bangsa
  4. Memahami Pancasila dicita-citakan dari nilai-nilai mulia seperti berketuhanan, beradab, toleransi, keadilan, kemanusiaan dll.

Pada akhir sesi Ali memberikan pernyataan bahwa “Tidak ada orang baik yang tidak punya masa lalu, tidak ada orang jahat yang tidak punya masa depan, Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk berubah menjadi lebih baik”.

Sesi Kedua (10.00 – 12.00 WIB)

Pada sesi kedua ini, Diastika Rahwidiati (Senior Strategic Communications Advisor) memaparkan tentang bagaimana keadaan, bagaimana keadaan yang diharapkan, serta apa perubahan yang ingin dicapai saat membumikan nilai-nilai Pancasila di Media Sosial. Apabila dipersiapkan dengan baik, maka media sosial dapat digunakan menjadi senjata yang sangat baik untuk mengkampanyekan nilai-nilai Pancasila. Unsur yang perlu ada dalam membuat konten kampanye di media sossial setidaknya mengandung cakupan SMART (Specific, Measurable, Achivable, Realistic, and Time-bond). Terdapat cara mengukur kesuksesan kampanye di media sosial, yakni dengan:

  1. Menentukan matrik berdasarkan tujuan
  2. Menggunakan alat pemantauan (Comtoh: Facebook Page Insights, Instagram Insights, atau platform analisa medsos)
  3. Memantau kampanye
  4. Memodifikasi

Sesi Ketiga (13.00 – 15.00 WIB)

Dr. Antarini Arna, SH, LL.M (Senior Gender Advisor) merupakan narasumber kali ini menyebut Pendidikan Pancasila selama ini tidak didesain untuk melihat bahwa ada perbedaan pengalaman antara laki-laki dan perempuan yang diakibatkan oleh norma-norma gender. Norma-norma gender mengharapkan perempuan dan laki-laki berfungsi sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat kebanyakan.

Ketika dilakukan redefinisi standar keadilan, masyarakat akan mendapatkan situasi yang sensitif gender. Situasi yang sensitif gender misalnya berbicara tentang kemanusiaan yang adil dan beradab. Maka pemilihan kepemimpinan dalam berbagai aspek tidak boleh meminggirkan peran perempuan.

Ia memberikan contoh bagaimana para civitas di kampus membangun support group untuk korban kekerasan untuk perempuan di universitas. Ini adalah bentuk penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, yang bersandar pada sila kemanusiaan yang adil dan beradab.

Hal ini menjadi penting karena menurutnya masyarakat bisa melihat bagaimana kekerasan terhadap perempuan tidak hanya yang dilakukan secara terang-terangan. Tetapi juga dilakukan di dalam dunia maya. Orang mengirim foto-foto porno ke teman-teman perempuannya, misalnya. Orang tidak tahu bahwa itu adalah kekerasan terhadap perempuan dalam dunia maya.

Antarini menyebut syarat untuk integrasi perspektif kesetaraan gender dalam Pendidikan Pancasila adalah pendidik harus memiliki kesadaran gender terlebih dahulu. Memiliki kesadaran gender berarti mengakui bahwa ada ketidakadilan gender. Bahwa ada perbedaan pengalaman laki-laki dan perempuan di banyak sektor kehidupan.